people, friends, together, happy, kid, person, young, group, love, friendship, prayer, church, teenagers, joyful, fun, adolescent, youth, silhouette, university, studying, people, people, people, people, people, friends, friends, friends, together, group, friendship, church, youth

Mengapa sebagian harus bertahan, dan sebagian harus mati?

Koperasi, dalam hakikatnya, bukan sekadar entitas ekonomi, melainkan sebuah gagasan yang lahir dari semangat kolektivitas dan kesetaraan. Ia adalah wujud dari harapan akan sebuah sistem yang lebih adil, tempat individu-individu berkumpul, bukan sebagai pesaing dalam arena kapitalisme, tetapi sebagai mitra dalam perjuangan menuju kesejahteraan bersama. Namun, sebagaimana semua entitas yang terlahir ke dalam dunia ini, koperasi pun tunduk pada hukum eksistensi: ia hidup, berjuang untuk bertahan, dan pada akhirnya, mungkin mengalami kematian.

Kematian koperasi bukanlah sebuah kejadian tunggal, melainkan proses yang panjang, terkadang nyaris tak terlihat, seperti retakan halus pada marmer yang perlahan melebar hingga akhirnya runtuh. Ia tidak mati begitu saja, tetapi melewati tahap-tahap dekadensi yang tak terelakkan. Sebagaimana manusia yang dapat mati bukan hanya karena serangan dari luar, tetapi juga oleh kehancuran dari dalam, koperasi pun demikian. Ia dapat roboh oleh tekanan eksternal—regulasi yang tidak berpihak, persaingan yang kejam, disrupsi teknologi yang menggilas model bisnis lama. Namun, yang lebih tragis adalah kematian yang bermula dari dalam tubuhnya sendiri: pengelolaan yang lemah, konflik internal yang merusak kepercayaan, atau keengganan untuk berevolusi menghadapi perubahan zaman.

Di sini, kita melihat koperasi dalam dua ranah keberadaannya: sebagai fenomena eksternal dalam dunia material dan sebagai entitas ide dalam ranah gagasan. Jika koperasi sebagai realitas material runtuh karena kesalahan tata kelola dan tekanan ekonomi, koperasi sebagai ide hanya akan mati ketika ia tidak lagi memiliki daya hidup dalam imajinasi kolektif manusia. Dengan kata lain, koperasi yang buruk bisa bubar, tetapi koperasi sebagai gagasan hanya benar-benar mati jika manusia berhenti mempercayainya sebagai model yang relevan bagi kehidupan sosial dan ekonomi mereka.

Dalam perspektif Heideggerian, koperasi bisa kita pandang sebagai sebuah Dasein—keberadaan yang tidak hanya “ada” tetapi juga memiliki kesadaran akan dirinya sendiri. Ia tidak eksis dalam ruang hampa, melainkan selalu terlempar ke dalam dunia (Geworfenheit), dipaksa untuk bernegosiasi dengan realitas yang ada. Koperasi yang gagal adalah koperasi yang gagal merespons dunia di sekelilingnya, yang stagnan dalam Sein-zum-Tode—kesadaran akan kefanaannya tetapi tanpa upaya untuk melampauinya.

Nietzsche, dengan filsafat kehendak untuk berkuasa (Wille zur Macht), mengajarkan bahwa setiap entitas yang ingin bertahan harus memiliki vitalitas, daya hidup, keberanian untuk bertransformasi. Koperasi yang bertahan bukanlah yang sekadar menjaga status quo, tetapi yang berani menantang dirinya sendiri, mengadopsi cara berpikir baru, dan berevolusi seiring dengan perubahan zaman. Tanpa Wille zur Macht, koperasi tidak lebih dari sebuah ide yang perlahan membatu, kehilangan relevansi, dan akhirnya terkubur dalam sejarah.

Namun, di sisi lain, kita juga dapat memahami kegagalan koperasi dari perspektif dialektika Hegelian. Setiap koperasi adalah tesis, sebuah upaya untuk menciptakan ekonomi yang lebih demokratis. Ia kemudian bertemu dengan antitesisnya—kapitalisme konvensional, regulasi yang membatasi, tantangan-tantangan eksternal yang memaksa koperasi untuk menyesuaikan diri. Dalam dialektika ini, koperasi yang gagal adalah koperasi yang terhenti di tahap pertentangan, tanpa pernah mencapai sintesis, tanpa pernah melahirkan model baru yang lebih adaptif dan kontekstual.

Jika kita menelisik lebih dalam dengan kacamata eksistensialisme Sartrean, maka kita melihat bahwa koperasi, sebagaimana manusia, memiliki kebebasan radikal untuk menentukan nasibnya sendiri. Ia tidak sekadar “terjadi” begitu saja, melainkan selalu berada dalam proses menjadi (être en devenir). Koperasi yang gagal adalah koperasi yang kehilangan otentisitasnya—yang tak lagi mampu merumuskan dirinya sebagai subjek aktif dalam perubahan, melainkan hanya menjadi objek yang terseret arus sejarah.

Maka, ketika kita bertanya, “Bagaimana koperasi mati?” kita sebenarnya sedang mengajukan pertanyaan yang jauh lebih mendalam: apakah kematian koperasi adalah sesuatu yang niscaya, ataukah ia dapat dihindari? Jika koperasi hanya dipahami sebagai institusi ekonomi yang terikat oleh hukum pasar, maka mungkin ia memang akan mati ketika gagal bersaing. Tetapi jika koperasi dipahami sebagai semangat kolektif, sebagai gagasan tentang ekonomi yang lebih manusiawi, maka kematiannya bergantung pada kita—apakah kita masih percaya pada gagasan itu atau justru telah menyerah pada sistem yang ada.

Mungkin, pada akhirnya, koperasi tidak benar-benar mati. Ia hanya menunggu untuk lahir kembali, dalam bentuk yang lebih kuat, lebih adaptif, lebih relevan. Seperti Fénix yang bangkit dari abu, koperasi yang jatuh bisa menjadi pelajaran bagi generasi berikutnya, agar kegagalan yang sama tidak terulang. Sebab, dalam setiap kehancuran, selalu ada benih bagi penciptaan yang baru.


Comments

9 tanggapan untuk “Mengapa sebagian harus bertahan, dan sebagian harus mati?”

  1. Avatar Cindi Maharani
    Cindi Maharani

    Wah, keren banget bahasannya. Baru kali ini baca soal koperasi tapi dikaitin sama filsafat. Mind-blowing! 🔥

  2. Avatar Ariela Safmi (2C2230005)
    Ariela Safmi (2C2230005)

    Artikel ini juga mengajak kita berpikir lebih dalam lewat pandangan filsuf seperti Heidegger, Nietzsche, Hegel, dan Sartre. Intinya, koperasi bisa bertahan kalau terus berkembang, beradaptasi, dan tidak takut berubah. Sebaliknya, koperasi akan gagal jika pasrah, statis, dan kehilangan semangat awalnya.

    1. Avatar Ahmad bagas Permana
      Ahmad bagas Permana

      Koperasi adalah tulang punggung ekonomi kerakyatan. Dalam dunia yang makin kompetitif, koperasi harus bertransformasi, bukan menyerah. Dengan memperkuat manajemen, digitalisasi layanan, dan membangun kepercayaan anggota, koperasi bisa menjadi solusi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Pemerintah, masyarakat, dan anggota harus bergandengan tangan agar koperasi tidak hanya bertahan, tapi tumbuh dan relevan dengan kebutuhan zaman.

      Tidak semua koperasi bisa dipertahankan, terutama jika dikelola secara tidak profesional atau kehilangan kepercayaan anggota. Koperasi yang tidak sehat harus berani dievaluasi, direstrukturisasi, atau bahkan dibubarkan demi menjaga kredibilitas gerakan koperasi secara keseluruhan. Daripada mempertahankan koperasi yang bermasalah, lebih baik fokus pada koperasi yang sehat dan memberikan dampak nyata bagi anggotanya. Gugurnya koperasi yang tidak efektif adalah bagian dari proses pematangan dan seleksi alami dalam dunia usaha.

  3. Avatar Akmal Muhammad Syafqi suryana
    Akmal Muhammad Syafqi suryana

    Tulisan ini benar-benar menggugah dan membuka perspektif baru tentang koperasi—bukan hanya sebagai entitas ekonomi, tapi sebagai manifestasi dari ide dan nilai kolektif yang mendalam. Analogi-analogi filosofis yang digunakan sangat kuat, mulai dari Heidegger hingga Nietzsche dan Sartre, membuat refleksi tentang koperasi menjadi lebih eksistensial dan tidak lagi semata-mata teknokratis.
    Saya sangat sepakat bahwa koperasi bisa mati bukan hanya karena faktor eksternal, tapi karena kehilangan vitalitas dari dalam. Namun, harapan yang ditawarkan di akhir tulisan—bahwa koperasi bisa lahir kembali seperti Fénix—adalah pesan yang sangat relevan di tengah krisis kepercayaan terhadap sistem ekonomi saat ini. Mungkin justru dari kehancuran inilah kita bisa merumuskan bentuk baru koperasi yang lebih adaptif dan kontekstual.
    Terima kasih untuk tulisan yang sangat bernas ini. Semoga semakin banyak orang yang terinspirasi untuk tidak sekadar “menyelamatkan koperasi”, tapi memperjuangkan kembali semangat yang melahirkannya.

  4. Avatar zaki salman anwar eksyar 2024
    zaki salman anwar eksyar 2024

    Tulisan di atas menawarkan analisis yang mendalam tentang koperasi sebagai entitas ekonomi dan sosial, serta faktor-faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidupnya. Berikut beberapa komentar:

    – Analisis tentang koperasi sebagai entitas yang memiliki kesadaran akan dirinya sendiri (Dasein) dan terlempar ke dalam dunia (Geworfenheit) sangat menarik. Ini menunjukkan bahwa koperasi tidak hanya sekadar entitas ekonomi, tetapi juga memiliki dimensi filosofis yang mendalam.
    – Penggunaan konsep Wille zur Macht (kehendak untuk berkuasa) dari Nietzsche untuk menjelaskan pentingnya vitalitas dan daya hidup dalam koperasi sangat tepat. Ini menunjukkan bahwa koperasi yang ingin bertahan harus memiliki kemampuan untuk beradaptasi dan bertransformasi.
    – Analisis tentang koperasi sebagai tesis yang bertemu dengan antitesisnya (kapitalisme konvensional) dan perlu mencapai sintesis yang lebih adaptif dan kontekstual sangat menarik. Ini menunjukkan bahwa koperasi perlu memiliki kemampuan untuk berdialektika dan beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.
    – Penggunaan konsep eksistensialisme Sartrean untuk menjelaskan bahwa koperasi memiliki kebebasan radikal untuk menentukan nasibnya sendiri sangat tepat. Ini menunjukkan bahwa koperasi memiliki kemampuan untuk memilih dan menentukan arahnya sendiri.

    Namun, ada beberapa pertanyaan yang mungkin perlu dijawab lebih lanjut, seperti:

    – Bagaimana koperasi dapat menerapkan prinsip-prinsip filosofis tersebut dalam praktiknya?
    – Apa saja langkah-langkah konkret yang dapat diambil oleh koperasi untuk meningkatkan vitalitas dan daya hidupnya?
    – Bagaimana koperasi dapat mencapai sintesis yang lebih adaptif dan kontekstual dalam dialektika dengan kapitalisme konvensional?

    Secara keseluruhan, tulisan di atas menawarkan analisis yang mendalam dan menarik tentang koperasi sebagai entitas ekonomi dan sosial.

  5. Avatar Muhammad Rifai
    Muhammad Rifai

    Teks ini adalah *masterpiece* yang menggabungkan ketajaman analisis ekonomi, kedalaman filsafat, dan keindahan sastra. Ia tidak hanya mendiagnosis masalah, tetapi juga menawarkan cara melihat koperasi sebagai *proyek humanis yang belum selesai*. Sangat cocok untuk dibaca oleh akademisi, aktivis ekonomi sosial, dan siapapun yang percaya bahwa alternatif atas kapitalisme masih mungkin.

  6. Avatar Ilma Nawafila Hafsah eksyar 2024
    Ilma Nawafila Hafsah eksyar 2024

    Tulisan ini menggambarkan koperasi bukan hanya sebagai lembaga ekonomi, tetapi sebagai gagasan hidup yang penuh makna. Dengan pendekatan filosofis, dijelaskan bahwa kematian koperasi bisa terjadi karena faktor luar maupun dalam, namun sebagai ide, koperasi hanya mati jika tidak lagi dipercaya. Pesannya jelas: agar koperasi tetap hidup, ia harus terus beradaptasi, berubah, dan diyakini sebagai jalan menuju ekonomi yang lebih adil dan manusiawi.

  7. Avatar Ilma Nawafila H. Eksyar 2024
    Ilma Nawafila H. Eksyar 2024

    menggambarkan koperasi bukan hanya sebagai lembaga ekonomi, tetapi sebagai gagasan hidup yang penuh makna. Dengan pendekatan filosofis, dijelaskan bahwa kematian koperasi bisa terjadi karena faktor luar maupun dalam, namun sebagai ide, koperasi hanya mati jika tidak lagi dipercaya. Pesannya jelas: agar koperasi tetap hidup, ia harus terus beradaptasi, berubah, dan diyakini sebagai jalan menuju ekonomi yang lebih adil dan manusiawi.

  8. Artikel ini sangat filosofis dan menantang pembaca untuk merenungkan ulang makna koperasi, bukan sekadar sebagai entitas ekonomi, tetapi sebagai entitas kultural dan eksistensial. Saya mengapresiasi pendekatan pemikir besar seperti Heidegger dan Sartre yang jarang digunakan dalam diskursus koperasi.

    Namun, mungkin akan lebih kuat jika diberikan contoh konkret koperasi yang “mati” karena gagal beradaptasi, dan koperasi yang “bertahan” karena mampu berubah. Itu bisa membuat argumen lebih membumi dan relatable bagi pembaca umum yang tidak terbiasa dengan wacana filsafat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *