Adopsi Data Cooperatives dan Dampaknya terhadap Kinerja Inovasi dan Keamanan Data pada Koperasi di Indonesia

Perkembangan teknologi digital telah mentransformasi berbagai aspek kehidupan sosial dan ekonomi, termasuk dalam sistem kelembagaan koperasi. Di tengah tantangan privasi data, pengelolaan data yang terpusat, serta kesenjangan digital, muncul gagasan Data Cooperatives sebagai solusi alternatif. Data Cooperatives merupakan model koperasi berbasis data yang dikembangkan untuk memberikan kontrol langsung kepada individu terhadap data mereka. Dalam pendekatan ini, data dikelola secara kolektif, transparan, dan demokratis oleh para anggota koperasi itu sendiri. Model ini menjadi relevan di era di mana data pribadi telah menjadi komoditas berharga, namun penggunaannya sering kali tidak berpihak pada pemilik data.

Konsep ini diperkenalkan secara komprehensif oleh Hardjono dan Pentland (2019) yang menekankan pentingnya sistem pengelolaan data yang tidak hanya efisien secara teknis, tetapi juga beretika dan adil secara sosial. Data Cooperatives memungkinkan partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan data, serta membuka peluang inovasi dan kolaborasi berbasis data yang lebih inklusif. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa adopsi Data Cooperatives masih sangat terbatas, terlebih di Indonesia. Padahal, koperasi di Indonesia memiliki potensi besar sebagai wahana partisipatif dan demokratis yang sesuai dengan prinsip dasar Data Cooperatives. Bühler et al. (2023) menjelaskan bahwa koperasi data berfungsi sebagai katalisator dalam berbagi data secara aman, membuka jalan bagi peningkatan inovasi layanan dan kolaborasi di antara pemangku kepentingan. Namun, keberhasilan adopsi sangat ditentukan oleh berbagai variabel internal dan eksternal yang perlu dianalisis secara sistematis.

Adopsi teknologi informasi dalam organisasi koperasi tidak terlepas dari tiga dimensi utama, yaitu teknologi, organisasi, dan lingkungan sebagaimana dijelaskan dalam kerangka TOE (Technology-Organization-Environment). Dari sisi teknologi, faktor-faktor seperti kemudahan penggunaan, interoperabilitas sistem, serta kepercayaan terhadap keamanan teknologi menjadi elemen kunci. Organisasi koperasi yang memiliki infrastruktur digital yang baik, SDM yang kompeten, serta dukungan dari manajemen puncak cenderung lebih siap dalam mengadopsi sistem Data Cooperatives. Sedangkan dari sisi lingkungan, regulasi perlindungan data, tekanan kompetitif, dan dukungan dari pihak eksternal seperti pemerintah dan mitra teknologi menjadi faktor penting yang dapat mempercepat atau memperlambat adopsi.

Dalam kaitannya dengan inovasi, koperasi yang mengadopsi Data Cooperatives akan memperoleh akses yang lebih baik terhadap data internal dan eksternal yang dikumpulkan secara legal dan etis. Hal ini membuka ruang bagi inovasi produk dan layanan yang lebih terpersonalisasi serta berbasis kebutuhan anggota yang nyata. Menurut Gomer dan Simperl (2020), koperasi data menciptakan kondisi yang memungkinkan pekerja dan pengguna data berpartisipasi langsung dalam proses penciptaan nilai data, bukan sekadar sebagai objek eksploitasi. Hal ini dapat mendorong pertumbuhan inovasi bottom-up yang selama ini sulit terjadi di ekosistem digital yang didominasi oleh entitas korporasi besar.

Dari sisi keamanan, Data Cooperatives menawarkan pendekatan yang relatif lebih aman karena prinsip tata kelola yang berbasis pada persetujuan kolektif dan sistem berbagi data yang mempertimbangkan privasi sejak tahap perancangan. Sheikhalishahi et al. (2021) menyatakan bahwa model ini mendukung mekanisme berbagi data yang menjaga privasi (privacy-preserving data sharing), sehingga risiko kebocoran data dapat diminimalkan. Dalam lanskap ancaman siber yang semakin kompleks, seperti yang dipaparkan oleh Cremer et al. (2022), sistem pengelolaan data koperatif memberikan lapisan keamanan tambahan dibandingkan model terpusat tradisional. Hal ini menjadi nilai tambah tersendiri bagi koperasi yang ingin membangun kepercayaan digital dari para anggotanya.

Namun, adopsi Data Cooperatives di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan signifikan. Pertama adalah literasi digital yang masih rendah, terutama di koperasi kecil dan menengah yang tersebar di daerah-daerah. Kedua, belum adanya kerangka regulasi nasional yang secara spesifik mendukung pengembangan koperasi data menyebabkan kebingungan dalam aspek legal dan teknis. Ketiga, infrastruktur teknologi yang belum merata juga menjadi penghambat bagi koperasi yang ingin melakukan transformasi digital secara penuh. Dalam kondisi ini, peran pemerintah menjadi krusial sebagai fasilitator dan regulator yang menciptakan iklim kondusif bagi pertumbuhan Data Cooperatives.

Hasil dari studi-studi sebelumnya menunjukkan bahwa dukungan pemerintah dalam bentuk kebijakan fiskal, pelatihan SDM digital, serta penyediaan platform teknologi bersama (shared digital infrastructure) dapat mempercepat adopsi Data Cooperatives. Hal ini sejalan dengan temuan Gupta et al. (2023) yang menekankan pentingnya penguatan tata kelola data yang inklusif untuk mendemokratisasi manfaat ekonomi digital. Di sisi lain, Broek dan Veenstra (2018) menunjukkan bahwa bentuk tata kelola kolaboratif antar lembaga koperasi dan pihak eksternal berkontribusi besar dalam memperlancar implementasi teknologi baru. Penelitian ini menunjukkan bahwa koperasi yang telah mengadopsi Data Cooperatives melaporkan peningkatan dalam efisiensi layanan, kepercayaan anggota, serta kemampuan inovasi. Mereka juga melaporkan adanya peningkatan sistem pengendalian risiko dan perlindungan data anggota. Ini menunjukkan bahwa adopsi Data Cooperatives bukan sekadar proses teknis, melainkan juga strategi institusional yang dapat meningkatkan keberlanjutan dan daya saing koperasi dalam jangka panjang.

Dalam konteks kebijakan publik, penting bagi Indonesia untuk mulai menyusun regulasi dan kerangka pendukung yang memungkinkan tumbuhnya ekosistem koperasi data secara luas. Ini mencakup aspek hukum perlindungan data, insentif bagi koperasi digital, dan kolaborasi lintas sektor dalam pengembangan kapasitas SDM. Pemerintah juga dapat berperan sebagai mitra dalam penyediaan teknologi dan sistem verifikasi untuk menjamin integritas dan keamanan data yang dikelola oleh koperasi.

Akhirnya, Data Cooperatives menawarkan harapan baru bagi koperasi di Indonesia untuk tidak hanya bertahan di era digital, tetapi juga berkembang menjadi pemain yang relevan dalam ekonomi berbasis data. Melalui model ini, koperasi dapat menjawab kebutuhan kontemporer masyarakat akan kontrol data pribadi, sekaligus menciptakan peluang baru untuk inovasi sosial dan ekonomi. Namun, kesuksesan ini hanya dapat dicapai apabila seluruh elemen—baik teknologi, organisasi, maupun lingkungan—terintegrasi secara sinergis dan didukung oleh visi kebijakan jangka panjang yang berpihak pada kedaulatan data masyarakat.

Daftar Pustaka:

Bühler, M. M., et al. (2023). Data Cooperatives as Catalysts for Collaboration, Data Sharing, and Digital Commons. Buildings, 13(2), 442.

Calzada, I. (2021). Data Co-Operatives through Data Sovereignty. Smart Cities, 4(3), 1158-1172.

Cremer, F., et al. (2022). Cyber risk and cybersecurity: A systematic review. Journal of Financial Services Research, 47(3), 698-736.

Gomer, R., & Simperl, E. (2020). Trusts, Co-ops, and Crowd Workers. Data & Policy, 2.

Gupta, A. et al. (2023). Data governance technologies and democratization. Data & Policy, Cambridge Core.

Hardjono, T., & Pentland, A. (2019). Data Cooperatives: Towards Decentralized Personal Data Management. arXiv.

Sheikhalishahi, M. et al. (2021). Privacy Preserving Data Sharing and Analysis. International Journal of Information Security, 21(1), 79-101.

Broek, d, v, T., & Veenstra, v, F, A. (2018). Governance of big data collaborations. Technological Forecasting and Social Change, 129, 330-338.


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *