Fail, LOL, Repeat: Cara 🧠Gen Z Upgrade dari Kesalahan…

Fail, LOL, Repeat: Cara Otak Gen Z Upgrade dari Kesalahan… 🧠

Pernah nggak sih kamu ngerasa udah hafal teori mati-matian sebelum ujian, tapi begitu ketemu soal dunia nyata—atau dosen yang tiba-tiba bilang ā€œsekarang kita praktik yaā€ā€”kepalamu langsung buffering? Nah, gambar tiga otak lucu ini sebenarnya nge-roast kita semua. Dari kiri: belajar dari teori (warnanya cuma seiprit), dari praktik (lumayan lah), dan dari kesalahan (full color, kayak vibes feed IG pas liburan). Pesannya simpel tapi nusuk: otak paling ā€œkeisiā€ itu bukan gara-gara kamu baca slide 120 halaman, tapi karena kamu nyemplung, salah, malu, terus coba lagi.

John Dewey dulu udah kasih spoiler: kita nggak otomatis belajar dari pengalaman; yang bikin nempel itu refleksi. Jadi kalau kamu cuma ikut praktik tapi nggak pernah mikir ā€œkenapa kok gagal?ā€, ya hasilnya cuma capek. Ilmu mampir, nggak stay. Kolb kemudian ngejelasin dalam bahasa siklus belajar: teori → coba → gagal atau berhasil → refleksi → teori baru. Kayak update software, tapi yang crash duluan biasanya versi awalnya: kamu.

Terus kenapa area belajar dari kesalahan paling gede? Karena error itu kayak notifikasi push langsung dari realitas yang bilang, ā€œBro, model mental kamu nggak sinkron sama kenyataan.ā€ Otak benci ketidaksesuaian, jadi dia kerja keras bikin koneksi baru. Di lab neurosains, sinyal salah prediksi itu beneran kebaca; di kelas kewirausahaan, kebaca waktu produkmu nggak ada yang beli kecuali teman satu kelompok—itu pun karena diminta tolong.

Kalau kamu anak PBL, ini relevan banget. Ngebuat Business Model Canvas itu baru level teori. Mulai DM calon user buat wawancara, itu praktik. Ngabisin budget mini kampus buat prototipe yang nggak jalan di hari demo, itu kesalahan—dan di situlah kamu belajar pricing, user experience, dan manajemen ego tim lebih cepat daripada tiga semester kuliah teori manajemen. Founder startup juga sering bilang ā€œfail fast,ā€ tapi kuncinya bukan cepat jatuh doang; harus diikuti autopsi: apa asumsi yang salah, data mana yang nggak dicek, siapa yang harusnya diajak ngobrol dari awal. Gagal tanpa refleksi itu namanya koleksi trauma, bukan pembelajaran.

Lucunya di sini…. šŸ˜€ sebagian mahasiswa takut salah karena ngerasa nilai jatuh = hidup tamat. Padahal di dunia kerja, perusahaan rela bakar anggaran R\&D miliaran demi dapet insight dari produk gagal. Jadi kalau tugas kelas bikin kamu miss sedikit dan kena revisi, anggap aja kamu lagi dapat diskon versi akademik dari kegagalan miliaran rupiah industri. Lebih murah, lebih aman, lebih banyak yang bisa ditertawakan bareng teman.

Supaya mode ā€œbelajar dari kesalahanā€ aktif, butuh zona aman psikologis. Kalau tiap salah langsung diserang, ya semua orang balik lagi ke teori—aman, steril, tapi kering. Dosen idealnya jadi moderator yang bilang, ā€œOke, eksperimenmu zonk. Yuk bedah bareng.ā€ Teman sekelompok juga jangan ghosting habis pitch jeblok. Ingat: besok kamu bisa butuh mereka buat project lain… atau jadi co-founder beneran.

Jadi lain kali lagi belajar, coba cek: kamu masih ngendon di wilayah teori? Udah main ke lapangan tapi nggak pernah nulis refleksi? Atau kamu udah kolektor gagal elegan—salah, catat, ulang, maju? Targetnya bukan bebas salah, tapi pinter memanfaatkan salah. Karena di grafik kehidupan belajar, warna paling cerah memang milik mereka yang berani jatuh ke kubangan, ketawa sendiri, lalu… bangkit sambil bawa data. Kalau itu bukan definisi glow up akademik Gen Z, aku nggak tahu lagi apa…

Selamat menjalankan UAS … semoga lancar dan berokah


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *