
Biaya pendidikan tinggi di Indonesia terus mengalami kenaikan signifikan dalam satu dekade terakhir. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa rata-rata biaya kuliah nasional meningkat dari Rp703 ribu per bulan pada tahun 2014 menjadi Rp1,06 juta per bulan pada 2023, atau naik sekitar 50,8%. Kenaikan lebih dari 50% ini jauh melampaui pertumbuhan pendapatan banyak keluarga, sehingga meningkatkan beban finansial yang harus ditanggung mahasiswa dan orang tua. Dalam konteks tekanan biaya kuliah yang kian mencekik, berbagai solusi perlu dipertimbangkan. Salah satu solusi strategis yang muncul adalah koperasi mahasiswa (KOPMA). Koperasi mahasiswa, sesuai dengan prinsip koperasi secara umum, berpotensi menjadi wadah gotong-royong di lingkungan kampus untuk meringankan beban biaya pendidikan. Tulisan ini akan mengkaji secara mendalam peran koperasi mahasiswa dalam menyediakan dukungan finansial, layanan bersubsidi, akses barang dan jasa murah, serta peluang ekonomi bagi anggota, termasuk tinjauan kerangka kebijakan dan regulasi terkait. Analisis disusun dengan pendekatan akademik dan merujuk pada praktik koperasi mahasiswa yang sukses di Indonesia maupun global, guna menilai potensi koperasi sebagai instrumen kebijakan pendidikan dan pemberdayaan ekonomi mahasiswa.

Konsep dan Landasan Hukum Koperasi Mahasiswa
Koperasi mahasiswa adalah koperasi yang didirikan di perguruan tinggi, di mana anggota, pengurus, dan pengawasnya adalah mahasiswa aktif. Tujuan utamanya sejalan dengan semangat koperasi pada umumnya, yaitu meningkatkan kesejahteraan anggota. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, yang menyebutkan bahwa tujuan pertama koperasi adalah “memajukan kesejahteraan anggota dan masyarakat”. Dengan demikian, koperasi mahasiswa diharapkan berperan sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan mahasiswa, baik secara langsung (melalui manfaat ekonomi) maupun tidak langsung (melalui pelatihan dan pengalaman).
Dalam konteks pendidikan tinggi, koperasi mahasiswa sering diakui sebagai bagian dari kegiatan kemahasiswaan. Banyak kampus menganggap koperasi mahasiswa sebagai unit kegiatan mahasiswa (UKM) atau fasilitas penunjang kesejahteraan mahasiswa. Misalnya, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dalam pedoman pengenalan kampus menempatkan koperasi mahasiswa sebagai salah satu fasilitas layanan mahasiswa di kampus, setara dengan perpustakaan, layanan beasiswa, poliklinik, asrama, komputer, dan internet. Dukungan institusional semacam ini menunjukkan bahwa keberadaan koperasi mahasiswa telah diakomodasi dalam kerangka kebijakan pendidikan tinggi sebagai bagian dari upaya meningkatkan layanan dan kesejahteraan mahasiswa di perguruan tinggi.
Selain UU Perkoperasian, regulasi lain yang relevan adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Meski UU ini tidak menyebut koperasi secara spesifik, semangatnya mendorong perguruan tinggi untuk menghasilkan lulusan yang mandiri, kreatif, dan berjiwa kewirausahaan. Keberadaan koperasi mahasiswa sejalan dengan amanat ini, karena koperasi dapat menjadi laboratorium kewirausahaan di kampus. Mahasiswa anggota koperasi dapat belajar mengelola unit usaha nyata, mengambil keputusan ekonomi kolektif, dan merasakan langsung prinsip-prinsip demokrasi ekonomi. Dengan kata lain, koperasi mahasiswa memiliki landasan yuridis dan ideologis yang kuat untuk beroperasi di lingkungan kampus, baik sebagai entitas ekonomi berbadan hukum koperasi maupun sebagai wahana pendidikan karakter dan keterampilan bagi mahasiswa.
Peran Koperasi Mahasiswa dalam Mengurangi Beban Biaya Kuliah
Sebagai lembaga ekonomi berbasis anggota, koperasi mahasiswa memiliki beberapa mekanisme strategis untuk membantu meringankan beban biaya kuliah dan biaya hidup mahasiswa. Berikut adalah peran-peran kunci koperasi mahasiswa yang relevan:
Dukungan Finansial dan Simpan Pinjam
Salah satu peran penting koperasi adalah menyediakan dukungan finansial langsung kepada anggotanya. Koperasi mahasiswa dapat membentuk unit simpan pinjam yang memberikan kemudahan kredit atau pinjaman pendidikan bagi mahasiswa yang kesulitan membayar uang kuliah. Berbeda dengan pinjaman komersial atau pinjaman online (pinjol) yang bunga dan syaratnya memberatkan, pinjaman melalui koperasi bisa dirancang lebih terjangkau dan fleksibel. Misalnya, terdapat gagasan inovatif mengenai pinjaman alumni melalui koperasi kampus: mahasiswa yang kesulitan membayar UKT dapat meminjam dana dari koperasi mahasiswa tanpa bunga, dan bila kelak tidak mampu mengembalikan, pinjaman tersebut ditutup oleh dana sedekah dari alumni. Skema ini, yang dalam wacana disebut “pinjal” (pinjaman alumni) untuk menandingi pinjol, menunjukkan bagaimana koperasi dapat menjadi solusi solidaritas antara alumni dan mahasiswa demi mencegah putus studi akibat masalah biaya.
Selain pinjaman pendidikan, koperasi mahasiswa dapat memberikan beasiswa internal atau hibah bagi anggota berprestasi atau yang membutuhkan. Praktik semacam ini telah dicontohkan oleh Koperasi Mahasiswa UGM (Kopma UGM) yang memiliki program Beasiswa ACIKO (Aku Cinta Koperasi). Program beasiswa ACIKO diberikan beberapa kali dalam setahun sebagai bentuk kontribusi Kopma UGM terhadap dunia pendidikan, sekaligus meringankan beban finansial penerima. Inisiatif seperti ini menunjukkan bahwa koperasi mahasiswa mampu mengalokasikan sebagian surplus atau dana sosialnya untuk mendukung pendidikan anggotanya. Kebijakan internal semacam ini sejalan dengan prinsip koperasi tentang pembagian sisa hasil usaha (SHU) bagi anggota, di mana keuntungan koperasi sebagian dikembalikan kepada anggota dalam bentuk manfaat langsung, termasuk potensi subsidi biaya pendidikan.
Layanan Subsidi dan Harga Terjangkau
Koperasi mahasiswa umumnya bergerak di sektor usaha konsumsi kampus, seperti toko kebutuhan sehari-hari, kantin, fotokopi, penjualan buku atau alat tulis, jasa percetakan, dan lain-lain. Melalui unit-unit usaha ini, koperasi dapat memberikan harga yang lebih murah atau bersubsidi bagi mahasiswa dibanding penyedia komersial di luar kampus. Prinsip operasinya bukan mencari keuntungan maksimal, melainkan melayani anggota dengan harga wajar. Keuntungan yang diperoleh pun dikembalikan untuk kepentingan anggota. Sebagai contoh, koperasi konsumsi mahasiswa memudahkan mahasiswa memperoleh barang-barang keperluan kuliah (misalnya alat tulis, fotokopi materi, buku referensi) dengan lebih mudah dan murah karena tersedia langsung di kampus. Ketersediaan barang di koperasi kampus menghemat waktu dan biaya transportasi, sekaligus memungkinkan pembelian secara eceran sesuai kemampuan ekonomi mahasiswa.
Praktik di berbagai negara menunjukkan efektivitas model ini. Di Jepang, hampir setiap universitas memiliki koperasi mahasiswa yang sangat maju. Koperasi universitas di Kyoto, misalnya, memberikan diskon 10% bagi anggota untuk pembelian buku teks dan berbagai produk akademik lainnya. Bagi mahasiswa yang setiap semester harus membeli banyak buku, potongan harga ini signifikan; seorang mahasiswa Kyoto University mengaku bisa menghemat sekitar ¥10.000 (lebih dari Rp1 juta) dalam tiga tahun hanya dari diskon buku teks di toko koperasi. Selain buku, koperasi universitas di Jepang juga mengelola kafetaria kampus dengan harga makanan terjangkau, menjual perlengkapan komputer dengan harga diskon, hingga menyediakan jasa fotokopi murah. Semua ini secara langsung menekan biaya hidup dan penunjang akademik mahasiswa, sehingga total pengeluaran untuk kuliah berkurang.
Di Indonesia, beberapa koperasi mahasiswa besar juga telah memberikan layanan serupa. Koperasi “Kokesma” ITB (Institut Teknologi Bandung) misalnya, mengelola empat unit bisnis yang mencakup kantin kampus, agen layanan pengiriman (pos/JNE), serta toko kebutuhan mahasiswa di dua lokasi. Keberadaan kantin koperasi memungkinkan mahasiswa mendapatkan makanan dengan harga yang dikontrol (seringkali lebih murah atau porsi lebih banyak), sedangkan toko koperasi menyediakan perlengkapan studi dan merchandise kampus dengan harga bersaing. Kokesma ITB bahkan diakui oleh Dinas Koperasi setempat sebagai koperasi berprestasi karena unggul dalam manajemen usaha dan pelayanannya. Layanan-layanan bersubsidi semacam ini bila diperluas dan dikelola baik dapat berperan sebagai jaring pengaman ekonomi bagi mahasiswa, khususnya di tengah kenaikan biaya kuliah yang tinggi. Mahasiswa anggota koperasi mendapat prioritas manfaat berupa harga lebih rendah atau sistem kredit pembelian, sementara non-anggota pun biasanya dapat menikmati harga terjangkau di toko/kantin koperasi (dengan perbedaan kecil bagi non-anggota). Efek akhirnya adalah penurunan pengeluaran rutin mahasiswa, sehingga dana yang ada dapat lebih difokuskan untuk membayar kuliah.
Akses Barang dan Jasa Murah di Kampus
Selain harga yang lebih murah, koperasi mahasiswa juga berperan menyediakan aksesibilitas barang dan jasa yang mungkin sulit dijangkau mahasiswa dengan harga normal. Contohnya, koperasi dapat mengadakan pembelian bulk atau massal untuk kebutuhan tertentu dan mendistribusikannya dengan harga modal kepada anggota. Misalnya, koperasi bisa membeli lisensi software, kalkulator ilmiah, atau peralatan praktikum dalam jumlah besar untuk mendapatkan diskon grosir, lalu menjualnya kepada anggota dengan margin minimal. Model seperti ini memungkinkan mahasiswa memperoleh barang keperluan kuliah yang mahal dengan beban biaya lebih ringan melalui subsidi silang sesama anggota koperasi.
Koperasi mahasiswa juga dapat menjalin kerja sama dengan pihak ketiga untuk memberikan layanan khusus bagi mahasiswa. Sebagai ilustrasi, koperasi dapat bekerja sama dengan bank atau lembaga keuangan syariah untuk menyediakan pembiayaan pendidikan tanpa agunan bagi anggota koperasi, di mana koperasi menjadi penjamin kolektif. Alternatif lain, koperasi kampus bisa bekerjasama dengan penerbit buku atau toko alat tulis besar untuk membuka stand di kampus pada awal semester dengan harga diskon khusus bagi anggota koperasi. Langkah-langkah ini menjadikan koperasi sebagai aggregator permintaan mahasiswa sehingga daya tawar meningkat dan harga bisa ditekan.
Pada sisi lain, keberadaan koperasi mahasiswa di kampus menciptakan one-stop service yang praktis dan efisien. Mahasiswa tidak perlu keluar kampus atau mengeluarkan biaya transport untuk mencari makan siang murah, fotokopi tugas, atau membeli perlengkapan kuliah – semuanya dapat disediakan di koperasi. Pelayanan terpadu di dalam kampus ini juga berpotensi mengurangi biaya tersembunyi (hidden cost) pendidikan, seperti biaya transport, waktu yang terbuang (opportunity cost), maupun menghindarkan mahasiswa dari pembelian impulsif yang mahal di luar kampus. Dengan demikian, koperasi mahasiswa berfungsi sebagai buffer ekonomi yang menjaga agar biaya total menempuh pendidikan tetap terkontrol.
Pemberdayaan Ekonomi dan Peluang Kerja bagi Mahasiswa
Selain manfaat langsung berupa harga murah dan pinjaman, koperasi mahasiswa memiliki dampak jangka panjang dalam pemberdayaan ekonomi mahasiswa. Koperasi adalah entitas bisnis yang dimiliki dan dikelola bersama oleh mahasiswa, sehingga memberikan ruang latihan kerja dan manajemen yang berharga. Mahasiswa yang aktif mengurus koperasi memperoleh pengalaman praktik dalam berwirausaha dan berorganisasi, mulai dari manajemen keuangan, pengelolaan persediaan, pelayanan pelanggan, hingga kepemimpinan kolektif. Sebuah laporan mengenai Kokesma ITB menegaskan bahwa wadah koperasi di kampus menjadi alternatif bagi mahasiswa untuk belajar kewirausahaan sekaligus berorganisasi demi mempertajam soft-skill. Anggota aktif koperasi dilatih menangani operasional usaha nyata dan membuat keputusan manajerial sehari-hari. Pengalaman ini meningkatkan kesiapan kerja dan jiwa kewirausahaan para mahasiswa, yang pada gilirannya dapat membantu mereka mencari penghasilan tambahan atau berkarir lebih baik sehingga beban biaya kuliah dapat teratasi (misalnya dengan bekerja paruh waktu di unit usaha koperasi atau membuka usaha sendiri hasil pendampingan koperasi).
Koperasi mahasiswa juga dapat secara langsung menciptakan peluang kerja paruh waktu bagi mahasiswa. Banyak koperasi kampus mempekerjakan mahasiswa sebagai kasir toko, pramusaji kantin, atau pengelola unit usaha lainnya dengan jam kerja fleksibel yang disesuaikan jadwal kuliah. Walau gaji mungkin tidak besar, pekerjaan ini memberikan penghasilan tambahan sekaligus tidak mengganggu studi. Di sisi lain, koperasi yang berkembang juga mempekerjakan tenaga profesional non-mahasiswa, namun hal ini tetap berkontribusi pada kesejahteraan civitas kampus secara umum. Sebagai contoh, Kokesma ITB dengan empat unit bisnisnya mampu menjadi sumber mata pencaharian bagi 24 orang karyawan (staf operasional kantin dan toko). Artinya, koperasi mahasiswa dapat berkontribusi membuka lapangan pekerjaan di lingkungan kampus dan sekitarnya, yang secara makro mendukung ekonomi keluarga mahasiswa (misalnya beberapa karyawan bisa jadi adalah mahasiswa atau keluarganya).
Dari segi distribusi surplus, koperasi mahasiswa biasanya membagikan SHU tiap tahun kepada anggota sesuai transaksi dan simpanan mereka. Bagi mahasiswa, SHU ini bisa dianggap semacam cashback atau dividen atas belanja dan partisipasi mereka. Walaupun nilainya mungkin tidak besar, SHU bisa membantu menambah uang saku atau bahkan digunakan untuk membayar sebagian uang kuliah. Dengan demikian, ada umpan balik finansial dari aktivitas ekonomi koperasi kepada anggota yang tidak didapati dalam transaksi dengan toko atau kantin biasa.
Studi Kasus: Praktik Koperasi Mahasiswa yang Sukses
Untuk memahami dampak nyata koperasi mahasiswa, berikut beberapa contoh praktik sukses baik di Indonesia maupun secara global:
- Koperasi Mahasiswa UGM (Yogyakarta): Kopma UGM berdiri sejak 1981 dan merupakan salah satu koperasi mahasiswa tertua. Kopma UGM mengelola berbagai unit usaha (toko swalayan, fotokopi, kantin, jasa pemesanan tiket, dll.) dan memiliki ribuan anggota. Sebagai koperasi besar, Kopma UGM mampu secara rutin memberikan beasiswa kepada anggota maupun non-anggota (Beasiswa ACIKO), melakukan program pelatihan kewirausahaan, dan membangun jaringan alumni koperasi yang kuat. Penghargaan sebagai Koperasi Berprestasi tingkat nasional pernah diraih Kopma UGM, menandakan tata kelola dan kemanfaatannya yang diakui luas.
- Koperasi “Kokesma” ITB (Bandung): Kokesma ITB adalah contoh koperasi mahasiswa yang berhasil mengembangkan usaha secara profesional. Pada tahun 2015, Kokesma ITB meraih predikat Koperasi Pemasaran Terbaik di Kota Bandung, unggul tidak hanya dibanding koperasi kampus lain tetapi juga mengalahkan koperasi umum. Kunci suksesnya antara lain disiplin menjalankan Rapat Anggota Tahunan tepat waktu, tertib pembukuan, omset usaha yang terus meningkat, serta kepatuhan pada regulasi (termasuk kewajiban pajak). Kokesma ITB aktif berinovasi dengan membuka unit usaha baru (seperti unit produksi merchandise kampus) dan menerapkan visi Tri Matra (memenuhi student basic needs, professional study needs, dan idealism leadership). Dengan anggota aktif lebih dari 140 orang, koperasi ini menjadi role model bahwa koperasi mahasiswa bisa dikelola secara modern dan berkelanjutan, memberikan manfaat ekonomi sekaligus menjadi tempat belajar mahasiswa.
- NFUCA (National Federation of University Co-operative Associations) – Jepang: Di tingkat global, Jepang menawarkan contoh hebat integrasi koperasi di sektor pendidikan tinggi. NFUCA mengoordinasikan ribuan koperasi kampus di seluruh Jepang, dengan anggota mencapai 1,5 juta mahasiswa (data NFUCA). Hampir semua mahasiswa di universitas besar menjadi anggota koperasi kampus karena manfaatnya terasa nyata: harga makanan di kafetaria kampus disubsidi, buku dan komputer dijual lebih murah, bahkan layanan bimbingan belajar dan tur wisata diskon tersedia. Koperasi kampus di Jepang kerap berperan pula sebagai perwakilan mahasiswa dalam menyalurkan aspirasi peningkatan layanan kampus. Keberhasilan model Jepang menunjukkan bahwa skala besar dan jejaring antarkoperasi memungkinkan efisiensi lebih tinggi dan dampak ekonomi lebih luas bagi anggota.
- Koperasi Perumahan Mahasiswa (Student Housing Co-operatives) – Amerika Utara: Di Amerika Serikat dan Kanada, konsep koperasi mahasiswa juga muncul dalam bentuk koperasi perumahan, di mana mahasiswa bersama-sama memiliki dan mengelola asrama atau rumah hunian. Contohnya, Berkeley Student Cooperative di California mengoperasikan sejumlah rumah dan asrama mandiri yang tarif sewanya jauh lebih murah daripada asrama komersial atau apartemen sewaan biasa. Melalui model ini, mahasiswa dapat menghemat biaya tempat tinggal – yang merupakan komponen signifikan dari biaya kuliah secara keseluruhan – sambil belajar hidup berorganisasi secara kolektif. Walaupun bentuknya berbeda (bukan koperasi konsumsi), prinsip yang dijalankan sama: demokrasi ekonomi untuk menurunkan biaya bagi anggota. Keberhasilan koperasi perumahan ini menegaskan fleksibilitas koperasi mahasiswa dalam menyesuaikan jenis layanan yang dibutuhkan anggota (apakah itu hunian, makanan, buku, atau jasa keuangan) demi meringankan beban biaya pendidikan.
Contoh-contoh di atas memperlihatkan spektrum luas kontribusi koperasi mahasiswa. Koperasi dapat tumbuh dari skala kecil (sekadar toko kampus) menjadi skala besar (jejaring nasional) apabila dikelola dengan baik dan mendapat dukungan kebijakan. Faktor kunci keberhasilan antara lain: partisipasi anggota yang tinggi, manajemen profesional namun sesuai nilai-nilai koperasi, inovasi layanan sesuai kebutuhan mahasiswa, serta dukungan regulasi dan pendampingan dari pemerintah maupun lembaga pendidikan.
Tantangan dan Dukungan Kebijakan
Meskipun memiliki potensi besar, koperasi mahasiswa juga menghadapi berbagai tantangan. Internal koperasi sering dihadapkan pada kurangnya partisipasi anggota – data menunjukkan hanya sekitar 5% dari mahasiswa di suatu kampus yang menjadi anggota koperasi, sehingga basis modal dan kegiatannya terbatas. Regenerasi pengurus setiap angkatan juga bisa mengganggu kesinambungan usaha jika tidak ada sistem kaderisasi dan pencatatan yang baik. Di sisi lain, koperasi mahasiswa berada di persimpangan antara badan usaha profesional dan unit kegiatan mahasiswa, sehingga kadang kurang fokus pada tujuan kesejahteraan anggota karena lebih dianggap sebagai “laboratorium wirausaha” semata.
Untuk mengatasi hal ini, diperlukan dukungan kebijakan dan pembinaan intensif. Pemerintah dapat berperan melalui Kementerian Koperasi dan UKM serta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dengan mendorong program pendirian dan penguatan koperasi mahasiswa di setiap perguruan tinggi. Beberapa langkah kebijakan yang dapat dipertimbangkan antara lain:
- Insentif dan Fasilitasi Pendirian: Regulasi dapat mewajibkan atau menganjurkan setiap perguruan tinggi memiliki koperasi mahasiswa yang difasilitasi pembentukannya. Fasilitas awal bisa berupa modal hibah, pelatihan manajemen bagi pengurus mahasiswa, serta penyediaan ruang usaha strategis di kampus dengan sewa rendah. Kebijakan ini selaras dengan misi pendidikan tinggi menghasilkan lulusan berjiwa wirausaha dan mandiri.
- Kerangka Regulasi Fleksibel: Undang-Undang Koperasi yang ada sebaiknya memberikan keleluasaan bagi koperasi di sektor pendidikan. Misalnya, kemudahan legalitas untuk koperasi mahasiswa sebagai badan hukum yang pengurusnya berganti cepat, aturan simpanan pokok/wajib yang ringan, dan insentif pajak bagi koperasi kampus. Pemerintah juga dapat mengeluarkan pedoman khusus terkait koperasi mahasiswa, mengingat karakteristiknya unik (anggota berstatus mahasiswa aktif, modal awal kecil, usaha tergantung fasilitas kampus). Dengan regulasi yang akomodatif, koperasi mahasiswa dapat bertumbuh tanpa hambatan birokrasi berlebih.
- Kemitraan dan Akses Permodalan: Koperasi mahasiswa perlu didorong bermitra dengan koperasi-koperasi besar atau Dekopin (Dewan Koperasi Indonesia) untuk pendampingan. Selain itu, skema pendanaan seperti matching fund dapat diterapkan – misalnya pemerintah menyamai jumlah modal yang berhasil dihimpun mahasiswa, sebagai stimulus meningkatkan modal koperasi. Akses ke kredit lunak dari LPDB-KUMKM (Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi) juga bisa dibuka khusus untuk koperasi kampus dengan syarat-syarat yang disederhanakan.
- Integrasi dengan Program Bidikmisi/KIP: Program bantuan pendidikan seperti KIP Kuliah dapat disinergikan dengan koperasi. Koperasi mahasiswa bisa dilibatkan dalam penyaluran dana bantuan (misalnya menjadi tempat mahasiswa mengambil bahan makanan pokok bersubsidi bagi penerima KIP). Atau koperasi bisa diberdayakan mengelola dana bergulir kampus yang diperuntukkan bagi pinjaman darurat mahasiswa. Dengan integrasi ini, koperasi menjadi bagian dari instrumen resmi kebijakan pendidikan dalam menyalurkan subsidi atau bantuan.
- Promosi dan Edukasi Perkoperasian: Penting pula membangun budaya berkoperasi di kalangan mahasiswa. Pendidikan perkoperasian seharusnya dimasukkan dalam kegiatan orientasi mahasiswa baru atau kurikulum ekstrakurikuler, sehingga sejak awal mahasiswa memahami manfaat bergabung koperasi. BPS mencatat kenaikan biaya pendidikan tinggi sebagai bagian dari inflasi pendidikan, namun jika koperasi kuat, kenaikan tersebut dapat lebih terkendali di level kampus. Edukasi ini sekaligus menumbuhkan solidaritas: mahasiswa menyadari bahwa dengan bersatu dalam koperasi, mereka punya posisi tawar mengurangi biaya hidup dan kuliah secara kolektif.
Kesimpulan
Kenaikan biaya kuliah di Indonesia yang mencapai lebih dari 50% selama 2014–2023 merupakan tantangan serius bagi keberlanjutan pendidikan tinggi yang inklusif. Koperasi mahasiswa menawarkan pendekatan strategis berbasis gotong royong untuk meredam tekanan biaya tersebut. Melalui mekanisme pinjaman pendidikan tanpa bunga, penyediaan barang dan jasa kebutuhan studi dengan harga terjangkau, hingga pembagian manfaat ekonomi (SHU, beasiswa) kepada anggota, koperasi mahasiswa mampu menjadi instrumen kebijakan pendidikan yang melengkapi skema bantuan pemerintah. Koperasi mahasiswa juga memberdayakan anggotanya secara ekonomi, membekali mereka keterampilan wirausaha, dan bahkan menciptakan lapangan pekerjaan di lingkungan kampus. Semua ini berkontribusi pada kemandirian finansial mahasiswa yang pada gilirannya mengurangi ketergantungan pada utang atau pembiayaan eksternal berbiaya tinggi.
Dari segi kebijakan, dukungan pemerintah dan kampus sangat krusial. Kerangka regulasi yang pro-koperasi di perguruan tinggi, insentif pendirian, serta pendidikan kesadaran berkoperasi akan mempercepat perkembangan koperasi mahasiswa. Di beberapa kampus Indonesia dan negara lain, terbukti koperasi mahasiswa dapat tumbuh menjadi entitas kuat yang menyejahterakan anggota sekaligus menjaga biaya pendidikan tetap terjangkau. Oleh karena itu, integrasi koperasi mahasiswa ke dalam strategi besar pendanaan pendidikan tinggi layak dipertimbangkan. Sebagai wujud ekonomi kerakyatan di ranah akademik, koperasi mahasiswa adalah jembatan antara pemberdayaan ekonomi dan peningkatan akses pendidikan, sesuai amanat konstitusi tentang ekonomi berdasar asas kekeluargaan dan cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa.
Daftar Pustaka:
- Badan Pusat Statistik (2024). Harga Konsumen Nasional Beberapa Barang dan Jasa: Biaya Kuliah 2014–2023.
- Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
- Dirjen Dikti Kemendikbud (2014). Panduan Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru – Layanan Mahasiswa
- Purba, J.M. (2024). Koperasi Mahasiswa (KOPMA) dan Kesejahteraan (1) – Kompasiana
- Republika (2023). Pinjol Versus Pinjal, Solusi untuk UKT?
- Koperasi Mahasiswa UGM (2024). Program Beasiswa ACIKO
- National Federation of University Co-op Associations – Japan (2025). University Co-op Textbook Discount
- ITB (2015). Kokesma ITB Raih Predikat Koperasi Pemasaran Terbaik
- Housing International (2020). Student Housing Cooperatives and Affordability
Tinggalkan Balasan